PENDAHULUAN
Kebudayaan merupakan manifestasi keseluruhan sistem gagasan (ideas), tindakan (activities), dan hasil karya (artefact) manusia. Sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia itu dalam dinamikanya membentuk sistem budaya yang tumbuh dan berkembang di tengah peradaban manusia. Sistem budaya ini terjalin erat dengan nilai-nilai yang dikonstruksi oleh budhi dhaya manusia. Nilai-nilai budaya ini tidak lain merupakan konsep-konsep yang hidup di alam pikiran sebagaian besar warga masyarakat mengenai apa yang mereka anggap bernilai, berharga dan penting dalam hidup sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah dan orientasi ke arah kehidupan lebih baik. Dalam konteks pembangunan seni budaya tidak hanya diperlukan polecy, komitmen, dan aspirasi melainkan juga diperlukan strategi pembangunan seni budaya itu sendiri.
Aktivitas seni dan budaya di Provinsi Jambi dalam dekade tahun belakangan ini cukup menggambarkan dinamika tersendiri. Seniman dan budayawan Jambi dengan penuh semangat menggelar berbagai iven skala lokal, regional, nasional dan bahkan internasional. Seniman dan budayawan Jambi senantiasa menjadi motor penggerak dan inisiator aktivitas seni dan budaya. Kita mencacat, Jambi berhasil sebagai tuan rumah penyelenggara Temu Sastrawan Indonesia I, Festival Film Animasi Asia Tenggara, Pameran Lukisan dan Dialog Perupa, memenangi festival tari nusantara, memenangi lomba karya sastra, menjadi jawara dalam lomba desain batik tingkat nasional, dan sebagainya.
Selain keberhasilan, tercatat juga kegagalan-kegagalan. Di tahun 2009 Jambi merencanakan menjadi tuan rumah Festival Teater Indonesia. Rencana ini kandas. Tahun 2009 juga akan diterbitkan ”Warna dan Angka”, sebuah buku fenomenal yang merekam jejak kreatif penyair dan perupa Jambi sebagai kado bagi Propinsi Jambi, rencana ini juga kandas. Peristiwa pemanggungan aneka bentuk kesenian di tahun 2009 mengalami penurunan, baik kuantitas maupun kualitas. Mengapa? Penurunan kuantitas dan kualitas pemanggungan aneka karya seni, antara lain disebabkan oleh tiadanya tempat yang representatif setelah gedung teater arena Taman Budaya Jambi ludes terbakar. Arang dan abu gedung ini seakan merupakan gambaran terbakarnya semangat berkesenian. Meski begitu, seniman dan budayawan Jambi tetap kreatif menyelenggarakan aktivitas dengan fasilitas terbatas dan alokasi dana pas-pasan, bahkan cenderung tidak mencukupi.
Hal yang meneyedihkan ialah gedung atau tempat pertunjukan lain tidak tersedia dan belum ada tanda-tanda usaha ke arah pembangunan fisik yang menopang aktivitas seni pertunjukan. Semua kegagalan itu antara lain disebabkan oleh stakeholders yang mengurusi seni dan budaya seperti pemerintah, legislatif, dan lembaga lain kurang ada koordinasi yang mengakibatkan setiap urusan terkesan jalan di tempat. Hal yang terkait langsung dengan kuantitas dan kualitas aktivitas kebudayaan dan pariwisata di negeri Sepucuk Jambi Sembilan Lurah ialah peranan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata yang belummaksimal. Selain itu, kiranya diperlukan sebuah badan atau lembaga semacam Dewan Kesenian Jambi yang berfungsi untuk memanage dan mengkoordinasikan berbagai aktivitas seni dan budaya di Provinsi Jambi.
Sebagai fenomena, kita catat bahwa masyarakat Jambi memasuki tahap perkembangan yang disebut post tradisional society. Kita mencatat unsur-unsur modernitas yang menandai mentalitas masyarakat modern, seperti individualisme (sikap ”Siape lu, siape gua”), orientalisme terhadap kehidupan kota, fenomena kehidupan demokratis, dominasi media massa, dan mengutamakan mutu hasil karya. Seperti Naga dari Selatan, Jambi menggeliat dengan pembangunan pesat di bidang investasi dan perdagangan, sehingga mall, mini market, plaza, hingga hipermarket berdiri menghiasi gambaran metropolis.
Di samping pembangunan yang berindikator dunia ekonomi dan perdagangan modern itu, ternyata pasar tradisional tergusur. Lihatlah Angso Duo merana, Pasar Burung yang nempel di gang yang sesak, Pasar TAC memprihatinkan, dan pasar-pasar liar tumbuh di sepanjang troar dan gang-gang sempit (apalagi ketika musim buah tiba). Ketika pembangunan mall, hipermarket, dan plaza menggusur pasar tradisional, maka rakyat kecil menggeliat dengan kreativitasnya sendiri membangun pasar-pasar liar. Ironisnya, pedagang kaki lima terus digerus oleh tangan-tangan kekuasaan lewat Satpol PP. Pedagang digusur dan tidak pernah diberikan solusi, padahal rakyat kecil bagaimana pun perlu menghidupi keluarganya.
Dapat dicatat juga fenomena munculnya cultural lag, yaitu fenomena yang menggambarkan keadaan masyarakat yang dengan mudah menyerap budaya yang bersifat meterial, tetapi belum mampu untuk mengadaptasi budaya yang bersifat non-material. Fenomena persaingan dunia usaha telephone seluler, aneka produk play statition, aneka game dan lambang prestise (membawa laptop) hanya untuk keperluan mode yang bersiafat musiman. Masyarakat hanyalah konsumen, user, yang hanya bisa memanfaatkan teknologi maju, tanpa dibarengi pemahaman karakteristiknya. Dampak ikutan gaya hidup ini ialah maraknya aneka penipuan secara canggih dengan iming-iming aneka hadiah yang menggiurkan.
Hal yang menggembirakan (juga menyedihkan) dalam pranata kehidupan sosial post tradisionalis, media massa memegang otoritas dalam mengendalikan berbagai isue, pemberitaan, penciptaan opini, penciptaan trend centre, dan berbagai macam dampak positif maupun negatif yang mengiringinya. Media massa senyatanya telah berhasil menciptakan mitos baru, pencitraan pejabat, dan bisa jadi pembunuhan karakter orang-perorang. Dalam masyarakat post tradisionalis juga ditandai oleh adanya penghargaan terhadap karya dan kekaryaan sebagai bagian dari kebudayaan dalam pengertian yang luas dan kompleks.
POTRET HITAM PUTIH SEBAGAI PETA PERMASALAHAN
Peta permasalahan pembinaan dan pengembangan seni budaya di propinsi Jambi dapat diklasifikasikan dalam (1) pembina, (2) materi pembinaan dan pengembangan, (3) pelaku seni dan budaya. Ketika hal ini merupakan stakeholders dalam pembinaan dan pengembangan seni dan budaya di Provinsi Jambi.
1. Pembina Seni dan Budaya
Masuk di dalam jajaran pembina dan pengembang seni dan budaya di propinsi Jambi ialah (1) komitmen legislatif dan jajarannya, (2) alokasi anggaran dari DPRD, (3) peran instansi (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, termasuk Taman Budaya), lembaga/sanggar/komunitas/seniman dan budayawan perorangan. Program kegiatan yang dilaksanakan oleh pihak pemerintah (SKPD) lebih melibatkan jajaran birokrasi dan kurang memanfaatkan potensi dan profesionalitas pekerja seni dan pelaku budaya. Taman Budaya Jambi sebagai salah satu pusat informasi, laboratorium seni-budaya, dan dokumentasi seni-budaya dibiarkan merana baik dalam bentuk fisik gedung maupun penganggarannya sehingga tidak dapat secara maksimal menjalankan tugas pokok dan fungsinya.
2. Kita mencatat, komitmen eksekutif (Gubernur dan jajarannya) serta legislatif (DPRD) belum menampakkan keberpihakannya dengan mengalokasikan anggaran untuk pembinaan dan pengembangan seni budaya dalam APBD (jika pun sudah dialokasikan, tampaknya masih jauh dari harapan dan kepantasan). Alokasi anggaran untuk pengembangan seni dan budaya sebaiknya terpisah dari departemen lain sehingga memiliki otoritas dan tanggung jawab dalam memajukan seni dan budaya Jambi. Kita mencatat bahwa aktivitas seni dan budaya di Propinsi Jambi selama ini luput dari suntikan dana dari APBD, dan peristiwa seni dan budaya seperti Pekan Pesona Budaya Jambi, Jambi Bertabur Diskon, dan peristiwa Pekan Seni Siswa dan Mahasiswa terkesan sebatas kegiatan seremonial belaka.
3. Materi pembinaan dan pengembangan meliputi seni budaya daerah seperti seni arsitektur, seni batik, seni tari, seni musik, seni teater, seni sastra, seni kerajinan, seni desain grafis, seni film, seni rupa, dan seni budaya tradisi di setiap daerah di kabupaten dalam Provinsi Jambi. Materi seni dan budaya tersebut memang telah dijadikan lahan garapan, akan tetapi hasilnya belum maksimal lantaran keberpihakan eksekutif dan legislatif (Gubernur dan DPRD) belum maksimal. Dapat ditambahkan bahwa banyak potensi seni dan budaya daerah yang hamper punah dan belum dilakukan usaha inventarisir dengan baik. Selain itu, dipandang perlu direalisir penghargaan pemerintah bagi pelaku seni-budaya yang berprrestasi serta memajukan seni-budaya Jambi ke taraf nasional, bahkan ke taraf internasional.
4. Pelaku seni budaya di Provinsi Jambi terus berkarya. Namun pertumbuhannya seperti kerakap di atas batu, hidup segan mati tak mau. Aktivitas pelaku seni dan budaya ini perlu difasilitasi sepantasnya untuk memajukan Jambi di era otonomi daerah. Pelaku seni-budaya ini meliputi organisasi seperti sanggar seni dan aktivitas individual seniman dan budayawan.
LANGKAH STRATEGIS PEMBINAAN SENI DAN BUDAYA
Langkah strategis dalam upaya pembinaan seni dan budaya Provinsi Jambi perlu dilakukan secara bersama-sama oleh stakeholders, seperti dikemukakan dalam poin-poin berikut:
1. Stakeholders seni budaya (Gubernur, angota DPRD, instansi seni dan budaya, dan seniman serta budayawan) perlu bersinergi menyatukan langkah dan persepsi untuk membina dan mengembangkan potensi seni dan budaya. Pembina seni dan budaya perlu menyusun program peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui berbagai kegiatan sarasehan, seminar, pelatihan, dan bimbingan teknis. Dalam upaya pembinaan seni dan budaya ini kiranya perlu dibentuk lembaga semacam Dewan Kesenian Jambi atau organisasi lainnya yang dapat mewadahi kiprah seniman dan budayawan Jambi dalam berkarya. Masuk dalam pembinaan seni dan budaya ini perlu didirikan sekolah seni, baik tingkat sekolah menengah maupun sekolah tinggi. Tercatat 60% mahasiswa ISI Padangpanjang berasal dari Jambi, dan sayangnya setelah tamat tidak kembali ke Jambi sebab kurang ada respon sepantasnya terhadap kemampuan dan kapasitas mereka.
2. Materi pembinaan meliputi seni budaya daerah seperti seni arsitektur, seni batik, seni tari, seni musik, seni teater, seni sastra, seni kerajinan, seni desain grafis, seni film, seni rupa, dan seni budaya tradisi di setiap daerah di kabupaten dalam Provinsi Jambi. Wajah Jambi akan dironai oleh aneka hasil eksporasi dan ekspresi seniman dan budayawan yang meliputi berbagai aspek seni itu.
3. Pembina seni dan budaya seyogianya dapat memainkan peranannya masing-masing dan secara bersama-sama memajukan seni dan budaya Jambi ke kancah yang lebih luas (regional, nasional, internasional) dengan prinsip think globaly, act localy (berwawasan global, bertindak lokal) seperti falsafah di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung.
4. Pelaku seni budaya di Provinsi Jambi terus berkarya. Namun pertumbuhannya seperti kerakap di atas batu, hidup segan mati tak mau. Aktivitas pelaku seni dan budaya ini perlu difasilitasi sepantasnya untuk memajukan Jambi di era otonomi daerah. Pelaku seni-budaya ini meliputi organisasi seperti sanggar seni dan aktivitas individual seniman dan budayawan. Pelaku seni budaya ini dalam melaksanakan aktivitasnya perlu dukungan perhatian dan financial yang memadai dan pemberian penghargaan khusus bagi pelaku seni dan budaya oleh pemerintah adalah merupakan hal yang sepantasnya.
PENUTUP
Seni dan budaya di Provinsi Jambi akan maju menuju “Jambi Emas” apabila ada komitmen nyata dan kerja sama dari stakeholders (eksekutif, legislatif, organisasi seni budaya, dan seniman-budayawan perorangan. Seni dan budaya di Provinsi Jambi menjadi tugas dan tanggung jawab bersama-sama. Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing; di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar